Minggu, 01 Juni 2014

Sekolah, Hanya Cerita

Sedikit terharu ketika harus mengingat tulisan-tulisan lama, disaat SMA, dimana suasana dan pertemanan sangat terikat sangat ketat...

 Tiada waktu yang dapat menggantikan masa ini. Ya, masa ketika moral, etika, ancaman, teman dan faktor puber yang telah lewat bersemi di masa ini. Sebuah perumpamaan tua bahwa masa SMA merupakan  masa yang paling indah, sekalipun kau telah bertemu dengan Tembok Cina. Sering kita mendengar perdebatan besar diantara kita, akan tetapi itu bukanlah masalah yang harus dibawa sampai bel istirahat berbunyi. Sering juga kita mendengar tawa lantang teman-teman kita karena dia hanya ingin menutupi masalah besar yang ia punya. Ya, masa ini. Seekor serigala bermuka domba dan seekor domba bermuka serigala. Tak ada yang salah dan tak ada yang bisa disalahakan.
            Pernah kau merasa terkucilkan karena kau telah salah menilai sebuah perdebatan, pernah juga kau merasa tinggi saat kau memenangkan perdebatan itu. Kala ini adalah kala seekor serigala harus sombong dengan muka dombanya, dan seekor domba harus menutupi muka serigalanya.
            Pertama sekali, kita berdiri bersama, akan tetapi tak mengenal satu sama lain, kala itu adalah sebuah upacara pertama yang kita ikuti, masa orientasi siswa, ya, apakah kalian masih ingat? Tak ada tegur sapa, gelisah ingin upacara tersebut cepat berakhir dan ingin menjumpai teman lama, teman menengah pertama kita. Jangankan kalian, aku adalah manusia yang paling diam kala itu, tak sebanding dengan aku yang sekarang ini. Tak bisa dilukiskan aku waktu itu. Dengan celana kebesarana seperti Elvis dan baju yang sangat rapi, mencari teman yang paling ideal untuk teman sementara. Saat itu kita semua masih seekor serigala bermuka domba.
            Timbul kebencian karena apa yang kita harapakan tak semudah apa yang kita inginkan. Ya, teman. Sulit untuk seorang pemuda/i baru selesai puber untuk berinteraksi dan beradaptasi di suatu lingkungan yang isinya dalah seluruh umat yang baru selesai puber juga.
            Lambat laun, itu semua berakhir, cerita kita semua bermula disini.
            Kau mempunyai teman, aku mempunyai teman, teman adalah kau, kau adalah aku, aku adalah teman kau, masih ingin mencari apa yang ada didalah hati teman, kau dan aku.  Kita coba untuk tertawa bersama, belum untuk merasakan duka. Layaknya bersenggama, tak ada lagi batas canda kita, tak ada lagi batas antara hati kita, kau, teman. Tapi, kita masih ragu, apakah kita akan selalu besama? Apakah canda-canda yang telah kita perbuat bisa menjadi bahan canda anak cucu kita? 
            Ya, kita diakhiri dengan akhir dari permulaan kita, masa kecupuan kita telah hilang dan kita telah dipecah, mencari teman barru, mencari lingkungan baru, mencari sebuah adaptasi yang harus kita jadikan sama. Ya, mungkin kala ini juga adalah waktu dimana untuk pertama kali cepat untuk berinteraksi, mencari teman baru dan mengisi canda yang baru. Tak ada yang serigala yang mengaku bahwasanya ia adalah serigala. Masih saja tetap dengan dombanya.
            Di masa ini untuk pertama kali juga kita mengenal sebuah kekompakan yang sangat kental. Sudah mengenal arti duka bersama teman. Duka yang kita rasakan bersama, saat air itu menetes membasahi selaput matamu dan kita. Tak peduli apa yang dikatakan orang tentang kekompakan yang sangat gila, melebihi batas demi kawan. Tapi ini semua belum berakhir. Ada satu masa lagi yang mana kita harus berpisah karena kesenjangan yang telah kita perbuat. Mungkin kita adalah keluarga yang tak bisa dipisahkan, teman, tetapi kita juga adalah lawan didalam kurungan, siapa yang bersungguh-sungguh, ia lah pemenangnya.
            Dan kita harus memecah dan tak bersama lagi saat kita harus dipisahkan oleh kelas yang berbeda. Mencari teman baru, mencari lingkungan baru dan mencari sebuah candaan baru. Tapi, kita merasa berbeda di waktu ini. Aku tak mengenal lagi canda riangmu yang bisa membumihanguskan seluruh isi bumi ini, aku tak melihat mata yang bisa berkaca-kaca itu lagi, karena kita sekarang berbeda, bersama teman baru kita yang berbeda. Kali ini kita memang benar-benar tak mengetahui bahwa kita adalah serigala. Dan aku yakin, kita merasa jauh.
            Kita seakan takut untuk bertegur sapa sekarang, takut untuk menggangu dengan teman baru. Terkadang kita seakan membeku untuk memulai candaan itu, tapi takut untuk memulai. Ya, aku mengerti teman…
            Ini adalah waktu penentu kita. Sebuah waktu, saatnya kita merangkul satu sama lain, walaupun kita berbeda. Aku masih menerima kita sebagai teman dan aku masih ingin menjadi serigala tanpa topengku ini…
            Tapi situasi yang berbeda ini membuat kita harus tetap memakainya. Ya, kita harus mengikuti jalur mana yang harus kita lalui. Sekarang aku berada di hilir dan kau ada di hulu. Mungkin ini waktu kita untuk berpisah, tapi suatu saat kita pasti bersama di suatu delta yang dalam dan tak ada yang bisa memisahkan kita.
            Saat aku di hilir ini, aku mengenal banyak teman yang sama dengan diri kita. Aku mencoba untuk menjadi diri kita dengan teman baru ini dan aku yakin bisa. Kami mengenal banyak duka disini, canda tawa kami tak bisa terbendung membuat guru-guru yang masuk selalu tersenyum melihat aksi yang menurutku rumit ini.
            Aku dan kita sudah bersama, tiada yang bisa memisahkan kita selain perbedatan hebat diantara kita. Pelajaran-pelajaran untuk berbedat dan saling menjatuhkan sudahb biasa terjadi diantara kita, tapi itu hanya sebatas pelajaran dan selalu berubah disaat bel istirahat berbunyi. Aku yakin kita mempunyai hati yang sama. Tak ada dendam diwaktu istirahat dan berubah mencekam saat bel masuk berbunyi.
            Masih banyak yang harus ku ceritakan tentang kita, tapi aku takut untuk melanjutkanya, aku takut untuk mengenang duka dan suka  kita. Aku takut mengenang saat kita ingin menyatukan satu tujuan akan tetapi tak ada tujuan yang bisa dituju. Seribu pendapat tak ada yang bisa didengar karena ricuhnya pendapat kita, kala itu kita ingin menang, tapi musyawarah pendapat adalah pemenangnya.
            Aku juga takut mengenang saat kita membuat sebuah janji yang tak terlupakan, sebuah burung kecil dengan harapan kecil kita. Dengan semangat menggebu-gebu aku membuat sebuah harapan besar berharap harapan besar tersebut bisa menjadi kenyataan. Tapi, tak ada satupun dari kita menetapi janju itu. Aku dengan alasanku dan kau dengan alasanmu juga. Kau menghina alasanku dan aku tak bisa berkata apa-apa karena aku percaya bahwa bel istirahat harus berbunyi.
            Mungkin tulisan kecil ini adalah saksi kecil kita.
            Teman,
            Aku ingin menyimpan semua memori itu,
            Saat aku ingin menyimpan semua puisi yang telah kau buat, semua lukisan cahaya yang telah kita raih bersama, dan semua tentang kita.
            Aku ingin cerita kita tak berakhir. Kita berbeda
            Insha Allah.

14 Februari 2013

Tidak ada komentar :