Rabu, 31 Desember 2014

Ahok, Mau Melawan Saya?



Setelah sekian lama tidak menulis. Finally, dengan tugas Kepribadian II ini, saya menulis lagi. Walaupun dikerjakan dengan waktu didekat deadline, ini lebih gereget. Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan teori kepribadian Mc Clelland pada Basuki Tjahaya Purnama, atau yang sering dikenal dengan Ahok.
Siapa sih yang tidak mengenal Ahok? Gubernur berparas tionghoa yang sedang diperbincangkan karena tiap kalimat yang keluar dari mulutnya membuat banyak bahaya untuk dirinya. Sosok Ahok yang tegas, mulai terlihat oleh publik ketika ia menjadi wakil gubernur DKI Jakarta, sebelum Jokowi menjabat sebagai presiden. Lelaki berkelahiran Belitung ini sebelum menjadi seorang Gubernur, pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI (2012-2014), anggota Komisi II DPR (2009-2014), dan Bupati Belitung Timur (2005-2006)
Ir. Basuki Tjahaya Purnama, MM, gubernur yang sering menantang para pejabat yang menurutnya tidak pantas merupakan kerja kerasnya untuk membuat Jakarta semakin baik. Semua itu ia lakukan hanya untuk membuat daerah yang dipimpinnya bersih dari pejabat kotor. Ia merombak jabatan pejabat pemerintah yang  nakal dan dengan keberaniannya ia mengatakan “mau melawan, ya silahkan”.
Banyak kritik yang ia dapatkan, akan tetapi dengan keberaniannya, semua ia lawan.  Perseteruannya dengan banyak pihak tak membuatnya mundur begitu saja. Yang ia inginkan hanyalah negeri ini menjadi yang lebih baik lagi. Berikut adalah beberapa kalimat yang pernah terucap olehnya
“Jangan ngomong agama. Silahkan cap saya ini sekuler, kafir nomor satu, paling bejat. Ini saya udah kafir, sekuler lagi. Saya sudah muak ngomong soal agama.”
“Anda nggak minta maaf sama semua orang Jakarta karena bikin macet, dudukin tanah orang. Enak aja, emangnya moyang dia raja, ratu apa?”
“Paling mereka bilang, nyesel pilih Ahok. Ya sudah tak usah pilih kami lagi saja di tahun 2017. Sekarang saya mau pentingkan seluruh DKI bukan sekelompok yang memilih saya. Anda tidak mau milih saya ya silakan. Sumpahin saja tujuh turunan tidak usah pilih saya. Saya juga rela”
Gaya kepemimpinannya banyak membuat warga terkejut. Sebelumnya, Jakarta sudah pernah memiliki pemimpin seperti Ahok, yaitu Ali Sadikin. Gaya kepemimpinan yang ceplas-ceplos ini memang pertama sulit diterima oleh masyarakat, akan tetapi semakin lama, masyarakat akan menerima gaya kepemimpinan seperti ini.
Nah, dengan gaya kepemimpinan seperti ini, menurut Mc Clelland, kebutuhan apa ya yang dicari Ahok? Sebelum kita membahasnya, yuk kita baca singkat teori Mc Clelland
David Mc. Clelland mempunyai sebuah teori yaitu “need theory” dimana didalam teori tersebut merupakan model motivasi dari kebutuhan. A motivational model ini merupakan pengalaman hidup seseorang. Terdapat tiga model yaitu need for achievement, need for power, dan need for affiliation. Berikut pembahasannya,
Need for achievement, biasanya orang yang memiliki kebutuhan seperti ini, lebih suka menyelesaikan pekerjakan karena usahanya dan lebih suka menerima timbal balik terhadap pekerjaan mereka. Individu biasanya cenderung biasa-biasa saja. Tidak menyukai resiko yang terlalu tinggi begitu juga dengan resiko yang terlalu rendah.
Need for affiliation, individunya lebih suka menghabiskan waktu dengan hubungan social. Suka menjadi bagian dari sebuah grup. Mempunyai hasrat untuk merasakan cinta dan diterima. Tidak menyukai situasi yang beresiko tinggi.
Need for power, hasrat seseorang untuk memengaruhi, mengajari ataupun membesarkan hati orang lain. Lebih suka bekerja ditempat yang disiplin kuat. Lebih senang untuk memenangkan sebuah argumen dan kompetisi.
Bila dikaitkan dengan teori Mc Clelland, kepribadian Ahok cenderung masuk ke Need for Power. Seperti yang bisa kita lihat, kepermimpinannya yang begitu kuat dan tegas. Membuatnya selalu ingin menang pada tiap argument. Tiap kata yang menusuk musuhnya merupakan kekuatan Ahok. Ia seakan tidak mempunyai rasa takut dalam berbicara. Ahok dikategorikan mempunyai Need for Power dikarenakan ia dapat memengaruhi orang lain. Ketika ia mengatakan A kepada pejabat pemerintah, mau tak mau, mereka harus mengikuti kata pemimpinnya tersebut.
Bagaimana dengan dua model lainnya? Need for achievement dan need for affiliation? Bila dibandingkan ketiga kebutuhan tersebut. Diurutan kedua, kebutuhan Ahok adalah need for achievement. Dimana dengan gaya kepemimipinannya tersebut, ia berharap bisa membangun Jakarta lebih maju lagi. Semua ia lakukan hanya demi prestasi. Bukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi untuk lingkungan yang ia pengaruhi.
Need for affiliation? Dengan gaya kepemimpinan seperti itu, sepertinya Ahok tidak mendapatkan kebutuhan ini. Pertikaian yang ia dapatkan, menjadikan banyak musuh dan hubungan terhadap lingkungan sosial semakin sedikit.
            Begitulah Ahok. Semoga ia bisa mempertimbangkan Need For Powernya lagi dan dapat menyeimbangkan tiap kebutuhannya.
            Bagaimana dengan anda? Kebutuhan apa yang menjadi prioritas utama didalam hidup anda?

Sumber